Pada daerah Bekasi Selatan, dimana tempat saya tinggal, terdapat sebuah sumur yang selalu di elu-elu kan atau bisa juga dibilang di utamakan. Awalnya saya tidak tahu, mengapa sumur itu selalu di elu-elu kan, tapi sumur keramat tersebut banyak yang meyakini  dapat memberi kesmbuhan, awet muda, dll. Setiap malam jum’at, orang-orang desa berbondong-bondong untuk mandi disana. Mungkin mereka sangat meyakini bahwa mandi disana dapat memberikan wajah yang awet muda. Tapi al hasil, mereka tetap saja tua. Sumur itu dapat dikenal oleh banyak orang dengan sebutan sumur binong.
Sumur binong adalah mata air yang dijaga oleh 2 pohon besar berdiameter lebih dari 1 m dengan dipagari hutan bambu. Perjalanan menuju sumur binong akan melewati sebuah tempat pertapaan yang cukup terawat, beberapa sumur tua dan makam-makam yang juga di keramatkan.
Pada awalnya, mandi disumur binong adalah suatu hal kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang setempat, yang telah tinggal lebih awal disana. Dengan seringnya mereka melakukan kegiatan tersebut, disertai dengan mitos yang ada, maka mandi disumur binong menjadi suatu budaya yang dilakukan secara rutin pada malam jum’at.
Dari kebanyakan orang, orang-orang yang mandi di sumur tersebut adalah orang setempat. Yang mana orang asli kampung tersebut, masih memiliki agama kepercayaan.


Budaya kemiskinan adalah satu sosok budaya kolektif, satu pola gaya hidup yang dikonstruki secara induktif melalui kumulasi  perilaku, pola sikap, orientasinilai dan makin abstrak ke pola  kognitif, pikiran, pilihan hidup dan menajdi satu pola gaya hidup.

KEARIFAN klasik nusantara memberi petuah, bahwa dalam membantu keluarga miskin akan jauh lebih bijak dan berdampak  positif, apabila kepada merekayang miskin diberikan kail dibandingkan dengan disuguhkan ikan. Kepada mereka yang berkuasa dapat  diberikan balas jasa kehormatan pada tata urut palingakhir, setelah  rakyat tersenyum dalam nuansa kemakmuran, keadilan dalam bersamaan.
 Petuah ini lebih merefleksikan kearifan mendasar dan  jangka panjang, karena lebih berpeluang membangun disiplin,  kreativitas, mentalitas produktif danpemuliaan harkat yang lebih  manusiawi. Sebaliknya membagikan uang secara vulgar dan timpang, sangat terkesan materialistik, diskriminatif dan berpotensimembangun kepribadian bangsa yang konsumtif dan jauh dari empati. Kebijakan yang arahnya untuk memecahkan masalah, justru tampil mengakselerasimasalah baru yang lebih parah yaitu konstruksi budaya  kemiskinan yang keras di tengah kehidupan publik.
Respons Publik
Pendataan penduduk miskin dan implementasi bantuan  langsung tunai telah menimbulkan beragam respons publik. Di tataran permukaan banyak warga yang mensyukuri karena meringankan  beban ekonomi tetapi secara luas dan mendalam banyak yang  protes. Di berbagai wilayah tanah air bersumber dari informasi media masa, implementasi BLT memacu respons publik yang lebih mengarah ke aksi negatif, seperti unjuk kekerasan vertikal terhadap kadus, kaes danlurah. Juga muncul meledaknya kecemburuan dan konflik horisontal antara sesama warga yang mengarah ke  disintegrasi 
sosial terkait isu kolusi, diferensiasidan ketidak adilan,  serta amuk masa di berbagai lokasi distribusi. Begitu juga terbuka  peluang korupsi baru di tengah kehidupan negara yang sangat  korup.
Berbagai fenomena kemiskinan serta kekerasan makin menenggelamkan citra Indonesia yang lagi terpuruk terkait dengan keamanan, korupsi dan kinikemiskinan yang makin terstruktur dan membudaya. Respons negatif ini diwarnai ekspresi kepedihan dari kekecewaan, kekerasan dan air  mata.
Dalam konteks Bali,data jumlah penduduk miskin dilaporkan melonjak tajam, bahkan ada  beberapa desa dan kecamatan yang melaporkan data pendudukmiskin naik melebihi 100%. Ada refleksi baru, bahwa orang Bali tidak merasa malu lagi mengidentifikasi diri sebagai orang miskin. Bahkan  mereka beramairamai menyatakan diri miskin materi di tengah  ramainya kolektiva eliteyang terjebak dalam kemiskinan moralrohani, sehingga mereka memperoleh partnersecara struktural. Syukur masyarakat Bali masih relatif mampu mengelola gerakan kemiskinan yang telah  menggandeng ketegangan, konflik dan kekerasan.

Karakteristik Dasar
Konsep penduduk miskin yang populer dan formal adalah  mengacu kriteria BPS, yaitu mereka yang miskin pangan, sandang,  papan, kesehatan, pola hidup,dan tiadanya tabungan. Ada 9 dari  14itemsyang harus dipenuhi untuk masuknya seseorang atau keluarga dalam kategori penduduk miskin.Di samping rujukan yang  bersifat fisik ekonomi, kini juga berkembang wacana tentang  kolektiva miskin secara moralrohani terkait dengan kemiskinan moral, kemiskinan  kepedulian dan kemiskinan hati nurani.
Kalau kemiskinan pisikekonomi cenderung tumbuh dan menjalar dari bawah, kemiskinan moralrohani cenderung mewabah dari bawah dan dari atas.Konvergensi dan komulasi kemiskinan dua arah akan lebih memperparah keadaan, karena sinergi kemiskinan kuantitatif dari bawah dan kemiskinankualitatif dari atas akan melahirkan sintesa sosial bersama kita bisa miskin, sesuatu realitas empirik  yang tentu sangat paradoks dengan citacita bangsauntuk lebih maju dan beradab.
Lima karakteristik dasar budaya kemiskinan dan kolektiva  pendukung budaya tersebut :
(1) Memiliki image of limited goods, sumber daya yang dipersepsikanserba terbatas, mumpung  dan ada peluang harus diminta  dan direbut;
(2) Mereka lemah dalam disiplin, inisiatif, rkeativitas, dan inovasi,  apalagi untukkepentingan umum dan bangsa (3) Memiliki orientasi  nilai yang tergantung pada nasib, sangat lemah dalam ikhtiar untuk merubah hidup dan kebiasaan;
(4)Mereka berada dalam struktur yang terhimpit, diremehkan dalam harkat dan martabat;
(5) Mereka cenderung merasa nyaman dalam posisi miskin dan sulitmenerima perubahan dan keluar dari jebakan budaya kemiskinan. Mereka juga cenderung meneruskan budaya kemiskinan kepada  anak-cucunya.
Konstruksi Sosial
Dalam studi ilmuilmu sosial terungkap, budaya kemiskinan  adalah satu sosok budaya kolekt, satu pola gaya hidup yang dikonstruksi secara induktif melaluikumulasi perilaku, pola sikap, orienti  nilai dan makin abstrak ke pola kognitif, pikiran, pilihan hidup dan menajdi satu pola gaya hidup.
Budaya kemiskinanadalah satu konstruksi sosial terwujud makin mantap apabila memperoleh penguatan secara kuantitatif melalui besaran jumlah populasi miskin dan secarakualitatif melalui dukungan kebijakan publik dan penyandingan komparatif terkait dengan mentalitas sebangun sebagian  kelomopk elite.
Budaya kemiskinan yang bersifat abstrak namun faktual, merupakan kristalisasi gaya hidup, sikap hidup dan filsafat hidup yang cenderung tampil sebagaibudaya negatif yang menyuburkan kemalasan,  ketergantungan, lemah kreativitas dan ikhtiar, terhimpit dalam  struktur, meremehkan kualitas dan martabat,dan merasa nyaman  dalam status kemiskinan. Bangsa yang miskin dianalogikan sebagai  bangsa kelas tiga yang memiliki citra buruk, remah dan dianggap tidak pantas sederajat dengan  bangsa-bangsa lain.
Penduduk miskin merupakan realitas demografis-sosial ekonomis yang menjadi bagian dari kehidupan bermasyarakat,  berbangsa dan bernegara.Pengentasannya adalah dengan metode memberikan kail yang mampu memacu produktivitas,pemberdayaan individu atau kolektif, serta perjuangan harkatkemanusiaan secara makin mandiri. Budaya kemiskinan merupakan fakta psikokultural  yang terkonstruksi secara sosial. Budaya kemiskinan dengankarakteristiknya yang konsumtif, kontra produktif, enggan berubah dan  merasa nyaman dalam kemiskinan bersama harus dicegah, dibatasi dan direformasimelalui perbaikan  ekonomi, penyadaran kultural,  penguatan struktur dan rehabilitasi mental.